Mahasiswi Hijab Syar’I dan Dosen Rok Pendek
Semalam,
teman lamaku berkunjung. Pertamanya aku tak mengenali dia, dia banyak berubah. Menurutku
perubahan yang aneh, bayangkan saja dikota Semarang yang panasnya sudah
melebihi Jakarta ini, dia memakai hijab yang panjangnya selutut, memakai masker
pula. Dia malah berniat pula memakai cadar. Ah tak terbayang bagaimana borosnya
dia memakai sabun cuci untuk mencuci baju-bajunya yang super itu.
Kuajak ia masuk kekamar kostku, kuberondong ia
dengan pertanyaan-pertanyaan tentang modusnya memakai hijab syar’i. Ia banyak
bercerita, dari situ perasaan kagumku muncul padanya. Cobaan-cobaan banyak
berdatangan, dia yang dulunya ditaksir banyak mahasiswa, kini
satu-persatu mereka mulai menjauhinya. Tapi untung saja tempat kerja paruh
waktunya tak mempermasalahkan penampilan barunya itu.
“waktu itu aku terombang-ambing kebimbangan
karena mereka menjauhiku, tapi akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengenakan
hijab syar’i,” tuturnya semalam.
Aku semakin kagum padanya, semoga ia bisa
kujadikan contoh untukku kedepan. Aku dulu juga sempat ingin berpenampilan
seperti dia, namun setelah dipertimbangkan, besok-besok sajalah memakainya, aku
belum siap.
Paginya
aku berangkat kuliah, aku mengambil mata kuliah umun di fakultas Hukum.
Berjalan gontai sambil mengantuk, malahan belum mandi. Hanya cucimuka dan
berganti baju. Tadinya aku berniat untuk tidak masuk kuliah dan melanjutkan
tidur. Tapi teringat waktu itu aku sudah pernah membolos, jadi dengan
setengahnya setengah hati aku berangkat. Dosenku kali ini wanita muda. Langkah
pertama beliau memasuki ruangan, aku terkagum-kagum dengan penampilannya. Baju
merah muda bunga-bunga dengan lengan panjang dan rok selutut berpadu dengan
kulitnya yang putih cerah. Sangat cantik.
Kuliah hari ini membahas tentang liberalisme,
beliau menjelaskan pula liberalisme disegi agama, “liberalisme moderat” atau
liberalism modern di Indonesia. Intinya tak mempermasalahkan wanita-wanita yang
beragama islam yang tidak memakai hijab. Aku sangat setuju, karena aku juga
seperti itu. Kadang memakai hijab, kadang malah hanya memakai baju mini.
Disela-sela pembahasan tersebut, salah satu
mahasiswi mengangkat tangan.
“saya tidak setuju dengan pernyataan
tersebut bu. Liberalism dalam agama itu tentang pahamnya, bukan penampilannya.
Menurut saya itu sudah menjadi penyimpangan.” Mahasiswi itu berhijab syar’i
pula, persis seperti temanku semalam.
Disitu aku labil kembali, benar kata
dosenku, tapi temanku juga benar. Agh… aku benar-benar labil.
Biarlah mereka dengan penampilannya, dan
aku dengan penampilan plin-planku ini.
No comments:
Post a Comment